Hidup

Hidup di Perantauan – Enak Gak Sih?

Pikiran Random kali ini mau bagi kisah hidup di perantauan. Dan satu pertanyaan paling sering ditanyakan adalah: Kapan pulang? Terus jadi anak kos. Jauh dari keluarga.

***

KAPAN PULANG?

Ah aku tak tau kapan bisa menjawab pertanyaan kapan pulang? Ini tahun 2017, artinya sudah 17 tahun aku menjalani hidup sebagai anak perantauan dan anak kosan.

hidup di perantauan

Jangan bengong mas… hidup di perantauan memang gitu sih.

Hidup di Perantauan itu Berawal di Bandung

Ya setelah SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan hidup di Pulau Jawa. Parisj Van Java a.k.a Bandung saat itu jadi pilihanku. Aku sudah jatuh cinta pada kota itu sejak SD ketika pertama kali liburan sekolah kesana.

Menjalani keseharian sebagai anak kuliah di pinggiran Bandung, membuatku memiliki banyak teman-teman baru dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia. Bergaul, bersahabat, dan berjalan-jalan di akhir pekan itu adalah rutinitas kami.

Aku merasa betah dan baik-baik saja tinggal di daerah yang jadi tujuan wisata favorit banyak orang ini. Hingga suatu hari di awal 2014, aku merasa harus keluar dari Bandung. Merasa tidak aman dan tidak nyaman lagi hidup di Bandung.

Baca juga: Pikiran Random tentang Tahun Baru

What should I do? Tiba-tiba tawaran keluar dari Bandung itu mendadak datang. Hanya butuh dua minggu untuk mempersiapkan kepindahan itu. Surat pengunduran diri aku ajukan ke perusahaan, dan bersiap mengurus barang-barang yang akan dibagikan ke teman-teman sebagian. Sebagian lainnya dikirim lewat jasa kurir menuju rumah.

Para sahabat shock dengan berita kepindahanku sembari berkata “Are you sure Fit?”, dan saya pun menjawab “ 100 % sure”.

Nah selama perjalanan hidup 14 tahun di Bandung banyak sekali pelajaran yang aku ambil. Pertemanan dan persahabatan bagiku adalah segalanya. Jadi berteman dan bersahabatlah dengan banyak orang, mereka akan membantumu di masa-masa sulit.

Ingin menulis di Pikiran Random?
Pikiran Random membuka kesempatan untuk kamu menulis. Berbagi cerita tentang hidup, cinta, dan juga kerja. Lengkapnya: Klik saja gambar ini dan isi form kontaknya. pikiran random

Dan kamu akan tau siapa sahabat sejatimu bukan dikala hidupmu bahagia dan penuh suka cita, tapi di saat hidupmu penuh air mata, dan kamu berjuang untuk bangkit setelah terperosok di dasar jurang.

Lost in Tanjung Balai Karimun

Ya Allah jauh amat aku merantau, kapal yang membawaku saat itu dari Pelabuhan Sekupang – Batam menuju Tj Balai Karimun [selanjutnya akan ditulis TBK] agak kurang bagus, kursinya banyak yang sudah tua umurnya dan kurang empuk. 90 menit berlayar, sampai juga di Pelabuhan TBK, dan aku dijemput oleh staff kantor. Sebelum tiba di mess, Udin begitu namanya, membawaku keliling kota dan makan siang terlebih dahulu.

TBK adalah ibukota Kabupaten Karimun yang terletak di Pulau Karimun Besar, sebelah Barat Pulau Batam. Berjarak tempuh 90 menit dari Batam baik dari Pelabuhan Sekupang, maupun di Pelabuhan Harbour Bay.

Pekerjaan yang ditawarkan temanku pada saat itu adalah menjadi staff HR di sebuah perusahaan Australia yang sedang membangun pelabuhan tangki minyak. Aku tidak mengetahui seperti apa TBK selain kehidupan malamnya yang bombastis.

Dan human trafficking nya yang tinggi, terutama untuk ABG di bawah umur. Ya itu hasilku Googling soal TBK, beberapa hari sebelum keberangkatan. Wajar saja jika sahabatku merasa shock ketika mereka mengetahui seperti apa TBK.

Bagiku TBK was school of my life. Aku belajar banyak di sana, belajar menerima bahwa kota ini tidak ada mall dan bioskop.  Belajar menerima jika malam tiba kami hidup dengan pertolongan genset. Belajar menerima sewaktu-waktu harus mau mandi dengan air galon ketika air tangki belum datang ke mess padahal jam sudah menunjukkan waktu mandi dan segera ke kantor.

Pokoknya, hidup di perantauan itu mengajarkan banyak hal – tempat belajar kehidupan. 

Jika ingin belajar bersabar, TBK adalah tempatnya. Aku masih ingat ketika krisis BBM selama 4 bulan melanda TBK. Setiap hari antri di SPBU 3-4 jam untuk 10 liter bensin kendaraan roda 4. FYI, tahun 2014 hanya ada 1 SPBU se-TBK. Alhamdulilah tahun 2015 awal sudah dibuka SPBU baru yang bisa mencukupi kebutuhan BBM penduduk satu pulau.

Hidup Di Perantauan itu….

Aku baik-baik saja tinggal dengan predikat anak pulau, aku sangat bahagia karena setiap hari bisa memandang birunya laut, dan senja yang indah dipinggir laut di area lokasi kerjaku. Aku enggan pulang. Karena tempat merantau mengajarkan bahwa bersyukur harus sebanyak mungkin, dan bersedih seperlunya saja.

Leave a Reply