Bosen PDKT Itu-Itu Mulu? Ini Jurus Anti Mainstream Biar Doi Auto Kepo!

Pernah nggak sih lo ngerasa PDKT itu kayak lagi nonton sinetron? Alurnya ketebak, caranya gitu-gitu aja, dan ending-nya… ya gitu deh, kadang nggak sesuai harapan. Nah, buat lo yang udah bosen sama cara PDKT yang mainstream kayak cuma “hai” atau ngajak nonton doang, sini merapat! Gue punya beberapa jurus anti-mainstream yang dijamin bikin doi auto kepo dan mikir, “Nih orang beda!” Kenapa PDKT Mainstream Udah Nggak Mempan? Zaman sekarang, semua orang udah kebanjiran DM dan ajakan yang sama. Jadi, kalau lo masih pakai cara yang biasa-biasa aja, ya siap-siap aja tenggelam dalam lautan “seen” tanpa balasan. Terus ntar kalau gak dibales, malah bikin overthinking tengah malem deh… Baca juga: 7 Tanda Pasangan Toxic yang Perlu Kamu Tahu – Jangan Sampai Terjerumus! Doi udah kebal sama gombalan receh dan ajakan nonton yang udah basi. Mereka nyari sesuatu yang beda, yang bikin mereka mikir, “Wah, menarik nih!” Makanya, udah saatnya kita upgrade cara PDKT biar nggak gitu-gitu aja. 5 Jurus PDKT Anti Mainstream Biar Doi Penasaran Biar doi nggak bosen dan langsung tertarik sama lo, coba deh beberapa jurus anti-mainstream ini. Dijamin doi bakal penasaran dan pengen kenal lo lebih jauh: “Salah Sambung” yang Bikin Penasaran Pengen buka obrolan tapi nggak mau boring? Coba deh jurus pdkt anti mainstream “salah sambung” yang kreatif ini. Kirim pesan singkat yang seolah-olah salah kirim, tapi isinya sesuatu yang menarik atau lucu. Dijamin doi bakal bingung dan akhirnya ngebales karena penasaran. Ini bukan cuma sekadar “hai”, tapi udah ngebuka obrolan dengan topik yang nggak biasa dan memancing rasa ingin tahu. “Eh, jadi fix ya besok kita bahas teori konspirasi alien di warung kopi jam 7?” “Komentar Misterius” di Sosmed Jangan cuma jadi silent reader yang cuma nge-like postingan doi. Coba kasih komentar yang agak nyeleneh atau bikin penasaran tapi masih relevan sama postingannya. Ini nunjukkin kalau lo punya pemikiran yang beda dan perhatian sama detail, yang bisa bikin doi tertarik buat ngobrol lebih lanjut. Contoh: Kalau dia posting foto lagi hiking, lo bisa komen, “Itu gunungnya mirip lukisan Van Gogh kalau dari jauh. Serius deh!” Baca juga: Surat untuk Mantan – Dear Mantan Terindah! Dari Kisah Nyata “Surat Kaleng” Era Digital: Biar lebih personal dan nggak kayak yang lain, coba bikin konten singkat yang relate sama minat doi (yang lo tahu dari sosmednya). Bisa video pendek, ilustrasi lucu, atau voice note. Kirim via DM tanpa embel-embel gombalan, biar dia mikir sendiri maksud lo apa. Ini nunjukkin effort lebih dan kreativitas lo, yang bisa bikin doi merasa spesial. “Ketemu Nggak Sengaja” yang Direncanakan: Pengen ketemu doi di dunia nyata tapi nggak mau kelihatan maksa? Cari tahu tempat nongkrong atau acara yang sering dia datengin. Coba “nggak sengaja” ada di sana juga. Kayak di drakor-drakor gitu loh… Tapi inget, jangan kelihatan stalking ya! Bersikap biasa aja, tapi kalau ada kesempatan, sapa dengan santai. Ini nunjukkin lo punya minat yang sama dan nggak takut buat “mendekat” di dunia nyata, yang bisa bikin doi merasa nyaman. Baca juga: 5 Rekomendasi Healing – Lepas Penat Sejenak Kuy “Tantangan Kreatif” yang Personal: Kalau lo punya skill tertentu, coba bikin sesuatu yang personal buat dia. Misalnya, bikin playlist lagu yang menurut lo cocok buat dia, atau desain poster dengan quote favoritnya. Kirim tanpa berharap balasan, tapi lihat reaksinya. Ini nunjukkin lo punya bakat dan nggak pelit buat berbagi, yang bisa bikin doi terkesan. Yang Penting, Jadi Diri Sendiri (Tapi Versi yang Lebih Menarik): Semua jurus anti-mainstream di atas intinya adalah buat nunjukkin sisi unik lo tanpa jadi fake. Jadi diri sendiri itu penting, tapi nggak ada salahnya kan kalau lo “mengemas” diri lo dengan cara yang lebih menarik dan nggak ngebosenin? Dengan begitu, lo bisa lebih menonjol di antara yang lain. Wajib Tahu: Apa itu Gashlighting dalam Hubungan, Ciri dan Cara Ngatasinnya! Nah biar kamu makin PeDe dengan diri sendiri… coba baca rekomendasi buku kali ini…. Yang namanya hidup, pasti kita menginginkan yang versi terbaik. Selayaknya blind spot, kita terlalu dekat dengan diri kita sendiri sehingga tidak mampu melihat dengan jelas apa saja yang telah kita perbuat dan dampak negatifnya terhadap hidup. Kita pun menjadi subjektif kepada diri sendiri, dan itu semua akhirnya berujung pada penyesalan. Melalui buku Berani Perbaiki Diri ini, penulis mengajak kita untuk refleksi diri, apakah kita termasuk orang yang senang menyabotase hidup sendiri atau tidak. Jika iya, maka kita harus menghentikan semua aksi diri negatif tersebut dengan menerapkan cara-cara yang telah penulis jabarkan dengan ringkas dan praktis. Lebih baik menyadarinya hari ini, sebelum semuanya terlambat. Ayo Berani Perbaiki Diri! Udah Siap Bikin Doi Mikir “Ini Orang Kok Beda Banget?!” PDKT itu bukan cuma soal ngikutin template yang udah ada. Justru dengan berani beda, lo punya kesempatan lebih besar buat bikin doi penasaran dan akhirnya tertarik sama lo yang “nggak biasa” ini. Selamat mencoba dan semoga sukses bikin doi auto kepo maksimal!
Tips Membangun Portofolio Freelance yang Menarik untuk Klien

Menjadi freelancer berarti kamu harus bisa menjual diri sendiri—bukan dalam arti harfiah ya, tapi lewat portofolio yang menarik! Klien nggak bakal tahu seberapa keren skill-mu kalau kamu nggak bisa menunjukkannya dengan cara yang tepat. Karena itu, salah satu alat penting untuk memasarkan dirimu sebagai freelance adalah dengan membangun portfolio yang ciamik yang dapat menarik minat calon klien. Simak juga: Freelancer vs Fulltime – Plus Minus yang Perlu Kamu Ketahui Sebelum Memilih Nah, gimana sih cara membangun portofolio freelance yang nggak cuma menarik, tapi juga bisa bikin klien langsung tertarik buat kerja sama? Simak tipsnya di bawah ini! 9 Tips Membangun Portfolio Freelance yang Menarik Portfolio ini nantinya akan sangat berguna untuk freelancer dalam mengenalkan diri kepada calon klien. Portfolio yang baik dapat membangun kepercayaan klien dan juga membantu kamu mendapatkan proyek yang tepat. Namun, dalam membantun portfolio yang menarik, tidaklah mudah. Simak 9 tips membuat portfolio untuk freelancer berikut deh. 1. Pilih Jenis Portofolio: Online atau Offline? Sebelum mulai membuat portofolio, tentukan dulu apakah kamu ingin membuatnya dalam format online, offline, atau bahkan keduanya. Keduanya punya kelebihan masing-masing: Portofolio Online → Mudah diakses oleh klien dari mana saja dan bisa diperbarui kapanpun. Portfolio online yang keren dapat dibuat menggunakan berbagai platform yang sudah ada seperti Behance atau menggunakan website pribadi sendiri. Portofolio Offline → Cocok untuk pitching langsung, wawancara, atau acara networking. Memang agak merepotkan jika harus membawa-bawa portfolio ini. Namun, tetap ada baiknya jika kamu memilikinya. Pilih format yang paling sesuai dengan kebutuhan dan industri freelancemu! Atau gabungan keduanya…. portfolio online dan offline. Baca juga: Kenali Apa dan Bahaya Toxic Positivity dalam Hidup Kamu serta Cara Mengatasinya 2. Buat Portofolio Online yang Menarik Jika memilih format online, kamu bisa menggunakan berbagai platform tergantung bidang yang kamu geluti: Pastikan platform yang kamu pilih mudah diakses dan profesional. Untuk website pribadi, ada baiknya juga kamu menerapkan SEO dalam website kamu agar mendapatkan traffic dari pencarian di Google ataupun mesin pencari lainnya. 3. Siapkan Portofolio Offline yang Profesional Selain portofolio online, portofolio offline juga penting, terutama jika kamu sering bertemu klien secara langsung. Beberapa opsi yang bisa kamu buat: Pastikan portofolio offline tetap rapi, menarik, dan mudah dipahami. Baca juga: Apa itu Politik Kantor dan Cara Mengatasinya… 4. Pilih Proyek Terbaik (Bukan Terbanyak) Portofolio bukan soal siapa yang paling banyak punya proyek, tapi siapa yang bisa menampilkan kualitas terbaiknya. Pilih 5-10 proyek terbaik yang benar-benar mencerminkan kemampuanmu. Misalnya, kalau kamu seorang content writer, tunjukkan artikel yang punya engagement tinggi atau yang dipublikasikan di media besar. Kalau kamu seorang desainer, pilih desain yang paling inovatif dan fungsional. Baca juga: 5 Tipe Orang yang Perlu Kamu Tahu saat Menghadapi Politik Kantor 5. Buat Deskripsi Proyek yang Menarik Jangan cuma pajang hasil kerja, tapi ceritakan sedikit tentang proses kreatifnya. Deskripsi proyek yang baik bisa mencakup: Ini bikin klien lebih mudah memahami bagaimana cara kerjamu dan seberapa efektif solusi yang kamu tawarkan. 6. Pastikan Tampilan Portofolio Menarik dan Profesional Kesan pertama itu penting! Pastikan portofoliomu mudah dinavigasi, rapi, dan nggak berantakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: Baca juga: Apa itu Self Care dan Menjaga Kesehatan Mental untuk Generasi Muda 7. Tambahkan Testimoni dan Studi Kasus Testimoni dari klien sebelumnya bisa jadi bukti sosial yang kuat buat calon klien baru. Kalau memungkinkan, tambahkan juga studi kasus untuk menunjukkan bagaimana hasil kerjamu memberikan dampak nyata. Misalnya, kalau kamu freelance di bidang social media marketing, kamu bisa menampilkan sebelum dan sesudah performa akun yang kamu kelola. 8. Jangan Lupa Call-to-Action (CTA) yang Jelas! Setelah klien melihat portofoliomu, mereka harus tahu langkah selanjutnya. Pastikan kamu menambahkan CTA yang jelas, seperti: Bikin proses komunikasi jadi semudah mungkin supaya klien nggak ragu buat menghubungi kamu. 9. Update Portofolio Secara Berkala Industri freelance terus berkembang, dan skill-mu juga pasti meningkat. Jangan biarkan portofoliomu jadi usang! Pastikan kamu selalu memperbarui dengan proyek terbaru yang lebih fresh dan relevan dengan tren industri saat ini. Ready to Impress Your Clients? Membangun portofolio yang menarik memang butuh usaha, tapi hasilnya sepadan. Dengan portofolio yang kuat—baik online maupun offline—peluang mendapatkan klien impian jadi lebih besar. Tapi harus kamu ingat juga kalau portfolio ini hanya bagian kecil – bahkan langkah awal dalam membangun karir freelance kamu. Masih banyak hal yang perlu dilakukan loh. Jadi, udah siap bikin portofoliomu makin kece?
Quiet Quitting: Diam-Diam Kami Melawan

Kami bukan pemalas. Kami bukan generasi manja. Kami hanya lelah jadi mesin. Dan kalau bekerja sesuai jobdesc disebut “kurang semangat”, maka biarlah kami disebut itu. Ini bukan tentang malas kerja. Ini tentang bertahan hidup, menjaga waras, dan menolak jadi budak korporat. Beberapa tahun lalu, saya bekerja di sebuah perusahaan media. Gajinya UMR pas-pasan, jam kerjanya fleksibel (alias bisa ditarik kapan saja), dan tuntutannya luar biasa. “Kita butuh anak muda yang punya semangat juang,” begitu kata atasan saya waktu itu. Padahal “semangat juang” itu artinya pulang malam, kerja weekend, dan harus selalu standby kalau bos nge-chat. Lama-lama, saya sadar: ini bukan semangat juang. Ini eksploitasi. Waktu itu saya belum tahu istilahnya. Saya hanya merasa jenuh, muak, dan terjebak dalam rutinitas yang tak memberi ruang untuk bernapas. Tentang Quiet Quitting – Bentuk Perlawanan Diam-diam Sampai akhirnya saya menemukan sebuah istilah yang sedang ramai di TikTok dan Reddit: quiet quitting. Istilah ini bukan berarti berhenti kerja, tapi berhenti memberi lebih dari yang diminta, berhenti “ngebucin” perusahaan. Dan jujur saja, saya merasa… akhirnya punya nama untuk perasaan saya selama ini. Quiet quitting adalah bentuk diam-diam dari perlawanan. Ini bukan mogok, bukan sabotase. Ini cuma tentang bekerja sesuai kontrak, sesuai gaji, tanpa over-deliver yang nggak dibayar. Di era ketika hustle culture dijadikan standar kesuksesan, quiet quitting jadi bentuk self-defense. Anak muda capek dibombardir konten “kalau kamu tidur, orang lain sedang kerja keras,” seolah hidup ini balapan tiada henti. Padahal, tidak semua orang ingin jadi CEO umur 30. Tidak semua orang ingin beli rumah umur 25. Baca juga: Cara Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital – Self Care ala Gen Z Banyak dari kami cuma ingin kerja dengan tenang, bisa bayar kos, makan tiga kali sehari, dan punya waktu buat keluarga atau sekadar baca buku. Apakah itu salah? Menurut survei dari Gallup tahun 2022, lebih dari 50% pekerja muda di bawah usia 35 tahun di Amerika Serikat mengaku “secara diam-diam menarik diri” dari keterlibatan kerja aktif. Mereka tidak merasa terhubung secara emosional dengan pekerjaan, dan hanya menjalani rutinitas karena kebutuhan. Fenomena ini tidak terbatas di AS saja. Di Indonesia, Laporan JobStreet 2023 menyebutkan bahwa 62% karyawan Gen Z menilai keseimbangan kerja-hidup (work-life balance) jauh lebih penting daripada kenaikan jabatan cepat. Saya mulai curiga bahwa ada sesuatu yang salah ketika mendengar teman saya cerita soal burnout. Ia kerja di startup, digaji lumayan, tapi setiap malam menangis sendiri di kamar kos. Baca juga: Politik Kantor yang Bikin Ribet – Apa dan Solusi Menghadapinya Bukan karena patah hati, tapi karena otaknya dipaksa terus produktif. Lembur dianggap biasa. Balas email di jam 11 malam itu budaya. Dan ketika dia izin cuti karena sakit, malah dituduh tidak loyal. Masalahnya, banyak perusahaan tidak benar-benar menghargai semangat kerja ekstra. Kita diminta kreatif, tapi dikekang. Kita diminta fleksibel, tapi gak punya waktu hidup. Kita diminta multitasking, tapi dibayar satu peran. Akhirnya banyak dari kita mulai mempertanyakan ulang: apa benar harus sesibuk itu buat dianggap sukses? Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan data yang menyebut bahwa jam kerja yang terlalu panjang berkontribusi pada kematian 745 ribu orang setiap tahun akibat stroke dan penyakit jantung iskemik. Jadi, quiet quitting bukan semata bentuk sikap, tapi juga strategi bertahan agar tidak jadi angka dalam statistik itu. Fenomena quiet quitting juga memperlihatkan pergeseran nilai di kalangan anak muda. Dulu, kerja keras sering dikaitkan dengan jam kerja panjang. Tapi sekarang, kerja keras juga bisa berarti tahu kapan harus berhenti, tahu kapan harus jaga diri sendiri. Kita mulai menyadari bahwa waktu istirahat adalah bagian dari produktivitas, bukan tandanya lemah. Dan ini bukan sekadar tren sesaat. Ini refleksi sosial. Gen Z dan milenial tumbuh dalam dunia yang berbeda dari generasi sebelumnya. Baca juga: Rekomendasi Buku Buat si Overthinkers – Hapus OVT dengan Buku Keren Ini Kami menyaksikan orang tua kami bekerja seumur hidup di satu tempat, hanya untuk pensiun dengan tubuh lelah dan harapan yang pudar. Kami tidak mau mengulang siklus itu. Kami ingin hidup yang lebih seimbang, meski harus menempuh jalan yang tidak biasa. Bahkan di media sosial, narasi soal quiet quitting ini ramai dibicarakan. Banyak video di TikTok yang menampilkan anak-anak muda yang dengan bangga berkata: “I’m doing the bare minimum and I’m still not fired.” Dan komentar-komentarnya pun penuh dukungan: “Protect your peace,” “Gaji UMR, ya kerja UMR,” “Kesehatan mental lebih penting dari pujian bos.” Tentu saja, selalu ada risiko dari sikap ini. Tidak semua tempat kerja akan menghargai batas. Tapi banyak juga yang mulai sadar: kalau karyawan diperlakukan manusiawi, mereka justru akan lebih loyal. Studi Harvard Business Review (2022) menunjukkan bahwa pemimpin yang mendengarkan dan membangun hubungan sehat dengan timnya cenderung memiliki staf yang tetap produktif, meski menerapkan prinsip quiet quitting. Saya sendiri merasakan perubahannya. Sejak mulai menerapkan prinsip quiet quitting, saya bisa tidur lebih nyenyak. Saya punya waktu untuk keluarga. Saya bisa olahraga. Saya bisa belajar hal-hal baru. Dan yang paling mengejutkan? Saya tetap bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Ternyata, bekerja dengan batas itu tidak membuat saya jadi buruk. Justru saya merasa lebih fokus, lebih hadir, dan lebih manusiawi. Ini bukan ajakan untuk bermalas-malasan. Ini ajakan untuk sadar diri. Bahwa kita punya hak untuk hidup di luar jam kerja. Bahwa kita tidak harus membuktikan nilai diri lewat angka-angka target. Bahwa hidup yang baik tidak harus selalu sibuk. Karena pada akhirnya, pertanyaan besar yang harus kita ajukan bukanlah “Bagaimana cara cepat naik jabatan?” tapi “Apa yang membuat hidup kita berarti?” Dan buat kamu yang sedang berada di posisi dilematis antara ingin tetap profesional tapi juga menjaga kesehatan mental, yakinlah bahwa kamu tidak sendirian. Banyak dari kita sedang mencari jalan tengah itu. Mungkin jalannya tidak selalu mulus. Tapi kita sedang berusaha menciptakan dunia kerja yang lebih manusiawi, satu keputusan kecil dalam sunyi pada satu waktu. Maka, mari kita jujur: Apakah kita bekerja untuk hidup, atau hidup untuk bekerja?Dan kalau sistem kerja sekarang membuat kita merasa kosong, tertekan, atau kehilangan arah, beranikah kita bilang, “cukup”? Atau kamu justru sudah mulai diam-diam melawan juga? Penulis: T.H. Hari SucahyoMantan pejuang lembur yang kini sedang belajar hidup seimbang. Suka menulis sambil ngopi dan ngelamun tentang masa depan generasi muda.
Self-Care Itu Bukan Cuma Skincare: Menjaga Mental di Era Digital

Kalau dengar kata self-care, apa yang pertama kali muncul di kepala? Maskeran? Spa day? Atau belanja produk skincare terbaru? Well, self-care itu bukan cuma soal perawatan fisik, tapi juga soal menjaga kesehatan mental dan emosional. Apalagi di era digital seperti sekarang, di mana kita terus-terusan dibombardir informasi, ekspektasi, dan FOMO (fear of missing out). Kalau nggak pintar-pintar menjaga diri, bisa-bisa burnout sebelum sempat menikmati hidup. Apa Itu Self-Care? Self-care adalah cara kita merawat diri sendiri agar tetap sehat, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ini bukan sekadar tren, tapi kebutuhan. Self-care bisa berarti istirahat cukup, olahraga, makan sehat, dan ya… sesekali maskeran juga nggak salah! Tapi lebih dari itu, self-care juga mencakup bagaimana kita menjaga batasan, mengelola stres, dan memastikan kesejahteraan mental tetap terjaga. Kenapa Self-Care Itu Penting di Era Digital? Kehidupan digital membawa banyak keuntungan, tapi juga tantangan tersendiri. Dari doomscrolling yang bikin stres sampai ekspektasi media sosial yang nggak realistis, kita sering lupa bahwa otak juga butuh istirahat. Berikut beberapa alasan kenapa self-care lebih penting dari sebelumnya: Terlalu banyak informasi bikin otak lelah. Tiap hari kita terpapar ribuan berita, update sosial media, dan konten yang bikin otak terus bekerja tanpa henti. Bahkan gak jarang juga informasi yang tersebar tu informasi hoax yang gak bener. Masih mendingan kalau dapat informasi yang bagus dan bermanfaat. Daripada baca yang gak manfaat, baca inspirasi pendiri KFC – Colonel Sanders ini aja lah.. Ekspektasi di media sosial bikin overthinking. Perbandingan dengan orang lain bisa bikin kita merasa kurang atau nggak cukup baik. Padahal, ya namanya juga sosmed ya… yang ditampilin bisa jadi cuma yang bagusnya doang. Jadi napa kita harus overthiking coba? Tapi kalau emang udah kena ovt, coba deh cara mengatasi overthinking ini. Burnout lebih mudah terjadi. Baik di dunia kerja maupun kehidupan sosial, digitalisasi sering membuat kita merasa harus selalu aktif dan nggak punya waktu untuk istirahat. Padahal, istirahat sejenak itu perlu banget untuk kita. Kita tu bukan komputer yang bisa bekerja 24×7. 5 Cara Self-Care yang Lebih dari Sekadar Skincare Kalau self-care bukan cuma skincare, lalu apa saja yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental di era digital ini? Ini dia beberapa caranya: Digital Detox Secara Berkala Terlalu lama di depan layar bisa bikin stres. Coba jadwalkan waktu tanpa gadget, misalnya satu jam sebelum tidur tanpa HP atau social media break di akhir pekan. Digital detox ini dijelaskan di VeryWellMind dengan panjang lebar. Jaga Batasan dan Katakan ‘Tidak’ Bukan semua pesan harus langsung dibalas dan nggak semua ajakan harus diterima. Belajar mengatakan “tidak” tanpa merasa bersalah adalah bentuk self-care yang penting. Jangan takut kehilangan orang di sekitar hanya gara-gara bilang TIDAK. Mereka yang bener-bener care bakalan ngerti kok. Perbanyak Aktivitas yang Membantu Relaksasi Coba meditasi, membaca buku (Atomic Habits karya James Clear bisa jadi pilihan bagus!), atau menulis jurnal. Aktivitas ini bisa membantu menenangkan pikiran. Intinya sih banyakin aktivitas yang bisa bantu pikiran jelek kayak insecure tu ilang dari otak. Baca juga: Insecure: Kenali Tanda dan Cara Mengatasi Insecure Kamu Sekarang Juga! Jangan Takut Minta Bantuan Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kalau merasa terlalu stres atau overwhelmed, nggak ada salahnya cari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional. Teman yang supportive akan bisa bantu kamu lebih tenang dan bebas dari gangguan. Lakukan Hal yang Membawa Kebahagiaan Sejati Kadang kita sibuk memenuhi ekspektasi orang lain sampai lupa apa yang benar-benar bikin kita bahagia. Luangkan waktu untuk hobi, olahraga, atau sekadar menikmati waktu sendiri tanpa tekanan. Boleh kok healing dan jalan-jalan ke tempat wisata. Rekomendasi Buku untuk Self-Care Kamu Kalau kamu butuh bacaan untuk membangun kebiasaan self-care yang lebih baik, coba baca Atomic Habits oleh James Clear. Buku ini membahas bagaimana kebiasaan kecil bisa membawa perubahan besar dalam hidup, termasuk dalam cara kita merawat diri sendiri. Buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring Ketika menyambut pasien yang sedang berduka, seorang psikiater akan menggali keilmuan yang dimiliki. Dia akan mengulik semua teori duka yang pernah dipelajari di masa kuliah dulu dan mengingat pengalaman dari pasien-pasien sebelumnya. Kemudian, dia menyintesis itu untuk membantu si pasien yang sedang berduka di hadapannya. Tapi, ketika Andreas—seorang psikiater—kehilangan anaknya, dia melakukan hal yang berbeda. Dia melemparkan semua teori tersebut ke luar jendela dan memutuskan untuk mencari makna tentang mengapa ini semua terjadi. Dalam pengalamannya, dia menemukan bahwa duka bisa dilalui dengan mencuci piring kotor yang menumpuk di dapur. Buku ini adalah proses Andreas memaknai kehilangan besar dalam hidupnya. Diceritakan santai dengan tambahan sedikit bumbu humor gelap, buku ini memuat panduan bermanfaat yang langsung bisa diaplikasikan dalam hidup, seperti: “Tutorial Mencuci Piring”, “Tutorial Menyusun Puzzle”, dan tentunya “Tutorial Menerima Kematian Seorang Anak”. “Hampir semua orang mempertanyakan: apa hubungannya antara duka dan mencuci piring? Jawaban saya adalah duka itu seperti mencuci piring, tidak ada orang yang mau melakukannya, tapi pada akhirnya seseorang perlu melakukannya.” Kesehatan Mental Kamu tu Penting Banget Self-care bukan cuma soal skincare atau perawatan fisik. Di era digital, menjaga kesehatan mental dan emosional juga sama pentingnya. Kamu harus bisa jaga kesehatan mental kamu agar gak mengalami jenis gangguan mental yang umum terjadi. Dengan menerapkan self-care yang menyeluruh, kita bisa lebih bahagia, produktif, dan tentunya lebih sehat secara keseluruhan. Jadi, sudahkah kamu merawat dirimu hari ini?
Colonel Sanders dan Nilai Ketekunan: Inspirasi Bagi Generasi Muda

Pernah dengar kisah tentang Colonel Sanders, pendiri KFC? Kalau kamu pikir sukses harus diraih sebelum usia 30, kisah beliau ini mungkin bisa bikin kamu berpikir ulang. Colonel Sanders adalah bukti nyata bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan langkah awal untuk mencoba lagi dengan cara yang lebih baik. Yuk, kita pelajari nilai ketekunan dari kisah hidupnya yang super inspiratif! Awal Kehidupan Colonel Sanders yang Penuh Tantangan Colonel Sanders lahir pada tahun 1890 di Henryville, Indiana. Kehidupannya nggak pernah mulus. Setelah kehilangan ayahnya di usia muda, ia harus bekerja keras untuk membantu keluarganya. Sanders mencoba berbagai pekerjaan, mulai dari kondektur kereta api, pemadam kebakaran, hingga agen asuransi. Tapi sayangnya, ia nggak pernah benar-benar sukses di pekerjaan-pekerjaan tersebut. Namun… dia tak berhenti berusaha. Terus mencari hal-hal baru termasuk bisnis baru yang akan membawanya ke hidup yang jauh lebih baik. Titik Balik di Usia Senja Ketika mencapai usia 65 tahun, Sanders menghadapi tantangan besar. Restorannya mengalami kerugian besar akibat perubahan rute jalan raya yang membuat pelanggannya berkurang drastis. Namun, alih-alih menyerah, ia memutuskan untuk menjual resep ayam goreng khasnya ke berbagai restoran di Amerika Serikat. Bayangkan, seorang pria tua dengan hanya modal uang pensiun sekitar $105 (kira-kira 1,5 juta rupiah hari ini) berkeliling menawarkan resep ayam goreng dari pintu ke pintu. Nggak tanggung-tanggung, ia mengalami penolakan lebih dari 1.000 kali sebelum akhirnya ada restoran yang bersedia menerima resepnya. Dari sinilah KFC lahir. Baca juga: Toxic Positivity: Ketika Kebahagiaan Palsu Malah Bikin Capek Pelajaran Penting dari Colonel Sanders Kisah hidup Colonel Sanders mengajarkan kita banyak hal tentang ketekunan dan semangat pantang menyerah. Apa saja nilai yang bisa kita ambil? Rekomendasi Buku: Atomic Habits oleh James Clear Kalau kamu ingin belajar lebih jauh tentang bagaimana membangun kebiasaan baik untuk mencapai tujuan besar, buku Atomic Habits karya James Clear adalah bacaan yang wajib. Buku ini menjelaskan bagaimana perubahan kecil yang dilakukan secara konsisten bisa menghasilkan dampak besar dalam hidupmu. Baca juga: Rekomendasi Buku untuk yang Suka OVT Sama seperti Colonel Sanders yang terus mencoba dan memperbaiki pendekatannya, Atomic Habits mengajarkan bahwa langkah kecil yang konsisten adalah kunci keberhasilan. Buku ini juga memberikan tips praktis untuk mengatasi kebiasaan buruk dan menggantinya dengan kebiasaan positif. Teruslah Melangkah dan Konsisten Colonel Sanders adalah contoh nyata bahwa ketekunan dan semangat pantang menyerah bisa membawa kita ke puncak kesuksesan, tidak peduli seberapa sulit jalan yang harus dilalui. Jadi, jika kamu merasa gagal atau terlambat, ingatlah kisah beliau. Mulailah dengan langkah kecil, belajar dari kegagalan, dan jangan pernah takut untuk mencoba hal baru. Dan kalau kamu butuh panduan lebih lanjut, jangan lupa baca Atomic Habits untuk mendapatkan strategi membangun kebiasaan baik dalam perjalananmu menuju sukses. Ingat, perjalanan menuju kesuksesan bukan tentang seberapa cepat kamu sampai, tapi bagaimana kamu terus melangkah meski ada rintangan di depan.
Toxic Positivity: Ketika Kebahagiaan Palsu Malah Bikin Capek

Di era media sosial seperti sekarang, kita sering melihat unggahan yang mengajak untuk selalu berpikir positif, seperti “Everything happens for a reason” atau “Good vibes only”. Meskipun terdengar menyemangati, ada kalanya ajakan ini justru menjadi bentuk toxic positivity — fenomena di mana seseorang memaksakan kebahagiaan atau optimisme, bahkan di saat itu tidak sesuai dengan kondisi emosional. Apa Itu Toxic Positivity? Toxic positivity adalah anggapan bahwa seseorang harus selalu berpikir positif dan mengabaikan emosi negatif. Ini bukan hanya soal optimisme, tetapi lebih kepada memaksakan pandangan bahwa kebahagiaan adalah satu-satunya respons yang dapat diterima, apa pun situasinya. Misalnya, saat seseorang bercerita tentang kehilangan pekerjaan, respons seperti, “Yakin deh, ini ada hikmahnya” atau “Kamu harus tetap bersyukur” bisa terasa tidak empatik. Alih-alih membantu, toxic positivity malah membuat orang merasa emosinya tidak valid. Ini berbeda dengan hubungan yang toxic ya, walau sama-sama ada kata toxic. Di sini, lebih ke “memaksakan” positif di saat dan di waktu yang salah. Mengapa Toxic Positivity Berbahaya? Sekali lagi, penekanannya adalah di “memaksakan” pandangan untuk selalu positif di saat yang tidak tepat dengan cara yang tidak tepat juga. Toxic positivity ini menjadi bahaya karena: Mengabaikan Emosi Nyata Semua orang memiliki hak untuk merasakan kesedihan, kemarahan, atau kekecewaan. Dengan memaksakan kebahagiaan, kita mengabaikan emosi ini, yang sebenarnya penting untuk proses pemulihan. It’s okay not to be okay kok. Justru kita gak boleh mengabaikan emosi yang sedang kita miliki sekarang. Hal ini malah bisa lebih bahaya lagi ke depannya. Baca juga: Wajar Kalau Overthinking – Asal Jangan….. Meningkatkan Tekanan Sosial Pesan seperti “Harus selalu bersyukur” bisa membuat seseorang merasa bersalah atas emosi negatifnya. Bukannya bikin orang jadi hidup lebih baik malah bikin makin insecure…. inilah salah satu akibat atau bahayanya positif berlebihan yang gak tepat. Menghambat Hubungan Ketika seseorang merasa emosinya tidak dihargai, ia cenderung menarik diri dan berhenti berbagi dengan orang lain. Sebaiknya, ketika ada teman kita yang sedang mengalami kondisi tertentu, kita memberi dukungan bukannya malah menjadi sosok yang toksik yang bikin orang males dealing sama kita. Menjadi Beban Mental Memaksakan diri untuk selalu bahagia bisa menyebabkan kelelahan emosional dan bahkan memperburuk kondisi mental. Contoh Toxic Positivity dalam Kehidupan Sehari-hari Di tempat kerja: Ketika atasan berkata, “Kita harus selalu positif meskipun target tidak tercapai,” tanpa memberikan solusi nyata. Padahal, yang dibutuhkan dari atasan dan juga rekan kerja kan solusi bersama ya. Biar sama-sama enak – gak jadi budaya kerja toksik yang gak nyaman. Dalam hubungan: Saat teman berkata, “Kamu terlalu dramatis. Coba lihat sisi baiknya saja.” Sama seperti penjelasan sebelumnya, kita sebagai teman, ada kalanya hanya perlu orang yang dapat standby di samping dan ada untuk mereka. Cukup dengan “ADA” aja. Di media sosial: Unggahan dengan tagar seperti #GoodVibesOnly yang seakan menghakimi siapa saja yang menunjukkan emosi selain kebahagiaan. Eh tapi gak semua hashtag yang itu jelek ya. Lihat lagi konteks penggunaannya. Kalau memang lebih untuk menghakimi, ya itu artinya tanda toksik. Bagaimana Menghindari Toxic Positivity? Validasi Emosi Orang Lain: Jika seseorang sedang sedih, katakan sesuatu seperti, “Aku mengerti ini pasti berat untukmu.” Berlatih Empati: Dengarkan tanpa buru-buru memberikan nasihat atau mencoba “memperbaiki” situasi. Normalisasi Emosi Negatif: Sadari bahwa sedih, marah, dan kecewa adalah bagian alami dari hidup. Pilih Kata dengan Bijak: Hindari respons seperti “Lihat sisi baiknya” dan gantilah dengan, “Aku di sini kalau kamu butuh cerita.” Berbicara Jujur pada Diri Sendiri: Ketika merasa terbebani, izinkan diri Anda untuk beristirahat dan merasakan apa pun yang sedang dialami tanpa memaksakan kebahagiaan. Rekomendasi buku bacaan untuk kamu: How to Respect Myself merupakan buku yang ditulis oleh Yoon Hong Gyun, seorang dokter spesialis kejiwaan asal Korea Selatan. Buku ini berhasil meraih kesuksesan dengan terjual lebih dari 1 juta eksemplar di Korea Selatan dan menjadi buku penjualan terbaik nomor satu di Korea Selatan. Buku ini memuat penjelasan tentang cara untuk mengenal diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan juga mencintai diri sendiri. Melalui buku ini, Yoon Hong Gyun ingin membagikan pemikiran dan pengalamannya kepada orang lain yang memiliki masalah yang berkaitan dengan diri sendiri. Mulai untuk mencintai diri sendiri dengan apa adanya, termasuk ketidaksempurnaan yang ada pada diri anda. Semoga tidak ada lagi kebimbangan dalam diri anda ketika mengambil keputusan atas segala hal, serta tidak terpengaruh oleh pendapat atau penilaian orang lain. It’s Okay Not to Be Okay… Kita tu hidup gak harus selalu sempurna kok. Ada masalah dalam hidup ya wajar… tapi bukan berarti juga hidup dalam kesengsaraan terus menerus sih. Toxic positivity mungkin terdengar seperti hal kecil, tetapi dampaknya bisa signifikan, terutama pada kesehatan mental. Dengan memahami bahaya ini dan belajar untuk lebih menerima emosi negatif, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Ingat, tidak apa-apa untuk tidak selalu baik-baik saja.
Rahasia Perhiasan Awet Bersinar: Tips Merawat Perhiasan Agar Tetap Kinclong dan Tidak Kusam

Siapa sih yang nggak pengen perhiasan kesayangan tetap bersinar dan awet? Baik itu cincin, gelang, kalung, atau anting, perhiasan selalu punya tempat istimewa dalam hati. Tapi, sering kali, kita suka lupa merawatnya, sehingga perhiasan jadi kusam atau bahkan rusak. Eits, jangan khawatir, karena ada banyak cara simpel untuk menjaga perhiasan tetap dalam kondisi terbaik! Yuk, simak tips merawat perhiasan agar tetap awet dan nggak mudah kusam! Berikut ini beberapa tips merawat perhiasan agar tetap awet dan nggak mudah kusam yang dapat kamu terapkan segera: 1. Hindari Kontak dengan Produk Kecantikan dan Kimia Perhiasan, terutama yang terbuat dari emas, perak, atau logam mulia lainnya, sangat sensitif terhadap bahan kimia. Produk-produk kecantikan seperti parfum, lotion, dan hairspray bisa meninggalkan noda atau membuat perhiasan kehilangan kilau alaminya. Jadi, pastikan kamu memakai perhiasan setelah selesai merias diri, bukan sebaliknya! Selain itu, jangan lupa untuk melepas perhiasan saat kamu sedang melakukan aktivitas yang melibatkan bahan kimia keras, seperti membersihkan rumah atau berenang di kolam renang yang mengandung klorin. 2. Simpan di Tempat yang Tepat Salah satu langkah paling penting untuk merawat perhiasan adalah dengan menyimpannya di tempat yang tepat. Jangan biarkan perhiasan bersentuhan langsung dengan udara lembap atau panas yang berlebihan. Tempat yang lembap bisa menyebabkan oksidasi dan membuat perhiasan berkarat atau kusam. Baca juga: Kenali Red Flag dalam Pertemanan – Jangan Sampai Pusing Karena Teman Buat kamu yang sering bingung mencari solusi untuk menjaga kelembapan tempat penyimpanan perhiasan, jawabannya adalah silica gel! Yup, kamu nggak salah baca. Silica gel adalah bahan yang sangat efektif dalam menyerap kelembapan berlebih yang bisa merusak perhiasanmu. Kamu bisa menemukan silica gel dalam kemasan kecil yang biasanya digunakan dalam kotak kemasan barang elektronik atau sepatu. Dengan menambahkan beberapa paket silica gel di kotak perhiasan atau dompet perhiasan, kelembapan akan terjaga sehingga perhiasanmu tetap terhindar dari kerusakan akibat udara lembap. Simpan di tempat yang kering dan sejuk, dan perhiasanmu pasti tetap kinclong! 3. Rutin Bersihkan Perhiasan Bersihkan perhiasan secara rutin untuk menjaga kilau dan kebersihannya. Perhiasan yang kotor bisa mudah terlihat kusam dan kehilangan kecantikannya. Untuk membersihkan perhiasan, kamu bisa menggunakan lap lembut atau kain mikrofiber yang tidak akan merusak permukaan perhiasan. Kalau kamu memiliki perhiasan emas atau perak, kamu bisa menggunakan cairan pembersih khusus yang dijual di toko perhiasan atau cukup dengan campuran air hangat dan sabun ringan. Rendam perhiasan selama beberapa menit, lalu gosok perlahan dengan sikat gigi berbulu halus. Jangan lupa, keringkan dengan kain halus setelahnya. Namun, kalau perhiasan kamu terbuat dari bahan yang lebih sensitif seperti mutiara atau berlian, lebih baik konsultasi ke ahli untuk pembersihan yang tepat. 4. Jangan Gunakan Perhiasan saat Tidur Kebiasaan tidur dengan perhiasan, terutama gelang atau cincin, bisa menyebabkan perhiasan tergores atau bentuknya berubah. Selain itu, tidur dengan perhiasan juga meningkatkan risiko perhiasan terkena keringat atau cairan tubuh yang bisa mempercepat proses korosi. Cobalah untuk melepas perhiasan sebelum tidur. Ini juga akan membuat kamu lebih nyaman dan memastikan perhiasanmu tetap awet dalam jangka panjang. Baca juga: Namanya juga Hidup… Wajar Kalau Ada Masalah dalam Hidup! 5. Hindari Kontak dengan Air Berlebihan Meskipun perhiasan emas atau perak seharusnya tidak rusak begitu saja jika terkena air, tetapi terlalu sering terpapar air—terutama air laut atau air yang mengandung klorin—bisa menyebabkan perhiasan kamu cepat kusam. Sering berenang dengan perhiasan atau mencuci tangan dengan cincin bisa menyebabkan lapisan pelindung perhiasan cepat terkikis. Jadi, pastikan untuk melepas perhiasan sebelum berenang atau mencuci tangan, apalagi jika kamu menggunakan sabun atau bahan pembersih yang keras. Baca juga: Freelancer vs Full Time – Jenis Pekerjaan Mana yang Kamu Mau? Simak Plus Minusnya di sini 6. Perhatikan Jenis Perhiasanmu Setiap jenis perhiasan tentu memerlukan perawatan yang berbeda. Emas misalnya, lebih tahan terhadap oksidasi dan air, sementara perak lebih rentan terhadap goresan dan karat. Jadi, pastikan kamu memahami bahan perhiasanmu dan bagaimana merawatnya dengan baik. Untuk perhiasan perak, ada baiknya untuk selalu menyimpannya dalam kantong anti-oksidasi atau menambahkan silica gel untuk menjaga kelembapan. Sementara untuk perhiasan berbahan logam campuran, pastikan kamu tidak membiarkannya terkena bahan kimia atau minyak berlebih yang bisa membuatnya cepat kusam. 7. Pakai Perhiasan dengan Bijak Satu hal yang sering dilupakan adalah penggunaan perhiasan dalam kegiatan sehari-hari. Mungkin kamu suka memakai gelang atau cincin sepanjang waktu – termasuk aksesoris fashion menarik, tetapi sebaiknya hindari memakainya saat berolahraga atau melakukan aktivitas berat. Hal ini bisa menyebabkan perhiasan tergores atau patah. Cobalah untuk memilih perhiasan yang sesuai dengan kegiatanmu. Kalau kamu berolahraga atau melakukan pekerjaan yang melibatkan benda berat, sebaiknya lepaskan perhiasan untuk mencegah kerusakan. 8. Jaga Keamanan Perhiasanmu Selain menjaga perhiasan agar tetap bersinar, kamu juga perlu menjaga keamanannya. Terutama kalau kamu memiliki perhiasan berharga, pastikan kamu menyimpannya di tempat yang aman. Kamu bisa menggunakan kotak perhiasan dengan kunci atau menyimpannya di tempat yang sulit dijangkau orang lain. Jika perhiasan kamu sangat berharga atau kamu merasa khawatir kehilangan, pertimbangkan untuk membeli asuransi perhiasan. Ini akan memberimu rasa aman dan nyaman, apalagi jika perhiasan tersebut memiliki nilai sentimental. Perhiasan Bersinar, Hidup Lebih Bahagia Itulah 8 tips merawat perhiasan agar tetap awet dan kinclong. Dengan merawat perhiasan dengan cara yang tepat, kamu bisa menjaga perhiasanmu tetap awet, bersinar, dan bebas dari kusam. Ingat, beberapa hal sederhana seperti menghindari kontak dengan bahan kimia, menyimpannya di tempat yang kering dengan silica gel, dan rutin membersihkannya, bisa membantu memperpanjang umur perhiasan kesayangan kamu. Jika kamu ingin lebih serius menjaga kelembapan dan kualitas perhiasan, silica gel dari Desitechgel adalah pilihan yang tepat. Mereka menyediakan berbagai produk silica gel yang bisa membantu menjaga kualitas perhiasan dan barang berharga lainnya. Jadi, jangan lupa untuk kunjungi website Desitechgel.com untuk mendapatkan lebih banyak tips menarik dan informasi produk silica gel yang cocok untuk bisnismu. Perhiasan kamu akan tetap bersinar, dan kamu bisa tetap tampil stylish dengan cara yang simpel dan efisien!
Red Flag dalam Pertemanan: Bukan Cuma di Hubungan Pacaran

Pernah dengar istilah red flag? Biasanya, istilah ini muncul di konteks hubungan asmara, tapi jangan salah—red flag juga bisa muncul dalam pertemanan. Red flag dalam pertemanan ini bisa bikin stress dan ngerasa gak dihargai kalau dibiarkan terus. Pertemanan tidak sehat itu bisa juga terjadi jika salah satu menjalin pertemanan dengan “niat” terselubung atau sering dikenal dengan manupulatif. Salah satu bentuknya bisa aja seperti gashlighting dalam percintaan. Biar gak stress, kenali apa saja tanda red flag dalam pertemanan ini dan cara mengatasinya di sini. 1. Sering Membuat Kamu Merasa Bersalah Tanpa Alasan Jelas Teman yang selalu membuat kamu merasa bersalah, bahkan untuk hal kecil, bisa jadi tanda manipulasi emosional. Contoh: Mereka mengatakan hal seperti, “Kok nggak ngajak aku jalan sih? Kamu udah nggak peduli ya?” meskipun kamu sebenarnya sudah menjelaskan alasan yang sebenarnya – yang mana bukan karena gak peduli. Cara Mengatasinya: Baca juga: 7 Tanda Hubungan Toksik dan 7 Cara Mengatasinya 2. Tidak Menghargai Batasan Teman yang sering memaksakan kehendak atau melanggar batasan, seperti membaca pesan pribadi tanpa izin atau mendesak kamu untuk melakukan sesuatu yang tidak nyaman, adalah red flag dalam pertemanan yang perlu diwaspadai. Contoh: Mereka membaca pesan kamu tanpa izin dengan alasan “kan kita teman dekat.” Cara Mengatasinya: 3. Hanya Ada Saat Senang, Hilang Saat Dibutuhkan Ini salah satu red flag paling umum. Mereka selalu ada kalau lagi butuh sesuatu atau saat senang, tapi mendadak hilang saat Anda perlu dukungan. Contoh: Ketika Anda butuh bantuan karena sedang stres, mereka tiba-tiba sibuk, tapi mereka selalu hadir ketika butuh curhat. Cara Mengatasinya: 4. Suka Berkompetisi secara Tidak Sehat Teman yang selalu membandingkan dirinya dengan dirimu dan menjadikan segalanya sebagai kompetisi bisa membuat hubungan jadi toxic. Contoh: Mereka meremehkan pencapaian kamu dengan berkata, “Ah, itu biasa aja. Aku juga pernah.” Cara Mengatasinya: Rekomendasi Buku untuk Kamu Dark Psychology: Memahami Sisi Gelap Pikiran Manusia Psikologi gelap dalam bayang-bayang terdalam pikiran manusia, tersembunyi kekuatan yang tak terbayangkan. Buku ini mengajak kita untuk menyelam ke dalam dunia yang sering kali diabaikan, tetapi memiliki dampak yang sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari manipulasi hingga karakter psikopati, buku ini mengungkap lapisan-lapisan tersembunyi dari psikologi manusia yang gelap. 5. Membicarakan Dirimu di Belakang Pernah mendengar teman membocorkan rahasia atau gosip tentang kamu ke orang lain? Ini tanda pertemanan yang nggak sehat. Teman sejati seharusnya menjaga privasi Anda. Contoh: Mereka membocorkan rahasia Anda ke teman lain dengan dalih “cuma cerita aja.” Cara Mengatasinya: Baca juga: Tentang Pertemanan Sefrekuensi – Perlu Gak? 6. Sering Meremehkan atau Mengkritik dengan Nada Kasar Kritik membangun itu penting, tapi kalau teman kamu sering mengkritik tanpa dasar atau dengan nada kasar, ini juga red flag dalam pertemanan yang perlu diwaspadai loh. Contoh: Mereka berkata, “Kamu tuh nggak bisa apa-apa ya?” ketika ingin mencoba hal baru. Cara Mengatasinya: 7. Tidak Mendukung Kesuksesanmu Bukannya senang ketika dirimu berhasil, mereka justru tampak iri atau malah menjatuhkan. Ini juga red flag dalam pertemanan yang gak sehat loh. Contoh: Mereka bilang, “Ah, itu kan cuma kebetulan,” ketika dirimu mendapat promosi. Cara Mengatasinya: Baca juga: Gashlighting dalam Hubungan – Gak Sehat Loh 8. Selalu Menuntut Perhatian Berlebihan Mereka menganggap dirimu harus selalu ada untuk mereka tanpa mempertimbangkan kebutuhanmu. Yang menjadi red flag dalam pertemanan yang lebih parah adalah kalau posesif. Contoh: Mereka marah ketika kamu tidak membalas pesan dalam hitungan menit. Cara Mengatasinya: Baca juga: Tentang Pemisahan Pertemanan dengan Teman Kantor dan Personal 9. Mengontrol Kehidupan Kamu Jika temanmu mulai mengatur siapa yang boleh kamu temui atau apa yang boleh dilakukan, ini tanda red flag dalam pertemanan yang harus diwaspadai. Contoh: Mereka berkata, “Jangan temenan sama dia, nggak cocok buat kamu.” Cara Mengatasinya: Jangan Anggap Remeh Loh… Red flag dalam pertemanan itu nyata dan nggak boleh dianggap remeh. Dengan mengenali tanda-tandanya, kamu bisa menjaga hubungan yang lebih sehat dan mendukung pertumbuhanmu. Ingat, pertemanan yang baik adalah yang saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan!
5 Tempat Healing Akhir Tahun yang Bikin Kamu Lupa Segala Stres

Akhir tahun adalah momen yang pas banget buat melepaskan segala penat dan beban yang menumpuk selama setahun. Sudah waktunya healing akhir tahun, setelah berbulan-bulan disibukkan dengan pekerjaan dan budaya kerja yang toksik pun, deadline, dan rutinitas. Liburan bukan hanya soal menikmati destinasi baru, tapi juga tentang memberi kesempatan pada tubuh dan pikiran untuk beristirahat sejenak- biar gak overthink terus-terusan. Dengan mengunjungi tempat-tempat yang menawarkan ketenangan dan keindahan alam, kamu bisa recharge diri, menemukan kembali semangat baru, dan memulai tahun baru dengan energi yang segar. Tapi, jika kamu masih bingung mencari destinasi yang tepat, jangan khawatir. Yuk intip 5 rekomendasi tempat healing akhir tahun yang bisa bikin kamu merasa lebih hidup lagi. 5 Rekomendasi Tempat Healing Akhir Tahun yang Keren di Indonesia Masih bingung mau liburan ke mana? Indonesia kaya akan keindahan alam dan budaya yang bisa kamu eksplor. Dari pantai yang eksotis hingga pegunungan yang menawan, semua bisa kamu temukan di sini. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi tempat untuk beristirahat dan menyegarkan diri yang bisa kamu kunjungi: 1. Bromo: Keindahan Alam yang Memukau Siapa sih yang nggak pernah dengar Gunung Bromo? Terletak di Jawa Timur, Bromo terkenal dengan pemandangan matahari terbitnya yang luar biasa. Bayangin deh, kamu berdiri di puncak Bukit Penanjakan, dan di depan mata kamu, matahari mulai terbit dengan indahnya, membelah kabut tipis yang menyelimuti lautan pasir. Dijamin, semua stres langsung hilang deh Selain itu, kamu juga bisa jalan-jalan ke Kawah Bromo. Nikmati pengalaman menunggang kuda melintasi hamparan luas lautan pasir. Bromo nggak cuma tentang pemandangan alamnya yang epik, tapi juga suasana yang tenang banget. Udara yang sejuk dan pemandangan luar biasa akan bikin kamu betah berlama-lama di sini. Baca juga: 3 Rekomendasi Tempat Wisata Wajib Dikunjungi di Bandung 2. Dusun Butuh, Magelang: Tempat yang Tenang dan Asri Pengen suasana yang jauh dari keramaian kota? Dusun Butuh di Magelang bisa jadi pilihan tepat. Terletak di kaki Gunung Sumbing, dusun ini menawarkan suasana yang tenang dan alami. Kamu bisa menikmati udara segar, pemandangan hijau dari sawah dan kebun, serta keindahan alam yang memanjakan mata. Dusun Butuh juga dikenal dengan julukan “Nepal Van Java” karena pemandangan alamnya yang mirip dengan pegunungan di Nepal, dengan latar belakang pegunungan yang megah dan kabut tipis yang menyelimuti. Keindahan alam ini membuat tempat ini terasa seperti surga tersembunyi yang cocok banget buat kamu yang butuh ketenangan dan ingin merasakan kedamaian di tengah alam. Bener-bener tepat sebagai tempat healing akhir tahun deh pokoknya. 3. Labuan Bajo: Perjalanan Menyegarkan Ke Pulau Komodo Kalau kamu pengen healing yang nggak cuma alamnya aja, tapi juga budaya dan pengalaman seru, Labuan Bajo bisa jadi pilihan. Labuan Bajo merupakan akses utama menuju Taman Nasional Komodo yang terletak di Nusa Tenggara Timur. Siapa yang nggak ingin melihat Komodo secara langsung? Kesan pertama pasti luar biasa. Selain itu, Labuan Bajo menawarkan banyak spot snorkeling dan diving yang menakjubkan. Dengan laut yang jernih dan terumbu karang yang mempesona, kamu bisa sejenak melupakan semua kekhawatiran. Jangan lewatkan juga pemandangan matahari terbenam yang indah dari bukit-bukit sekitar Labuan Bajo. Sebuah pengalaman healing yang tak tertandingi dengan keindahan alam yang luar biasa. 4. Ubud, Bali: Suasana Santai yang Penuh Budaya Bali sudah terkenal dengan destinasi healing-nya yang penuh pesona, dan Ubud adalah salah satu yang paling populer. Dikelilingi oleh sawah hijau dan hutan tropis, Ubud menawarkan ketenangan yang sangat cocok untuk kamu yang ingin rehat dari kehidupan kota yang hectic. Suasana di sini benar-benar berbeda—lebih tenang, damai, dan jauh dari kebisingan. Selain itu, di Ubud kamu bisa menemukan banyak tempat untuk spa dan retreat, seperti yoga dan meditasi, yang bisa membantu menenangkan pikiran. Jangan lupa juga untuk berkunjung ke Monkey Forest, tempat yang penuh dengan kehidupan alam dan budaya Bali yang kental. Baca juga: Rekomendasi Buku Anti Overthinking untuk Dibaca Saat Me Time 5. Situ Patenggang: Danau yang Memikat Hati Kalau kamu ingin healing dengan suasana yang lebih dekat dan mudah dijangkau, Situ Patenggang di Ciwidey, Bandung, bisa jadi pilihan. Danau ini, yang dikelilingi oleh pepohonan hijau, menawarkan suasana yang sangat tenang. Udara segar dan pemandangan danau yang menenangkan cocok banget buat healing akhir tahun dan introspeksi diri – termasuk memikirkan hubungan dengan dia yang agak toksik. Di Situ Patenggang, kamu bisa menaiki perahu untuk berkeliling dan menikmati pemandangan, atau hanya duduk santai di tepi danau sambil meresapi keindahan alam sekitar. Tempat ini sangat cocok untuk bersantai dan melepaskan kepenatan, menikmati suasana alam yang asri. Baca juga: 7 Tanda dan Cara Mengatasi Hubungan Toksik dengan Pasangan BRImo Fitur Travel: Mudahnya Pesan Tiket Perjalanan ke Tempat Healing Akhir Tahun Gaes… Setelah menemukan tempat healing impian, tentu saja kamu butuh transportasi yang memadai untuk mencapainya, kan? Tenang, #BRImo hadir untuk mempermudah perjalananmu. Dengan fitur Travel di BRImo, kamu bisa beli tiket kereta api, bus, hingga Whoosh, semua dalam satu aplikasi. Gak perlu lagi ribet mencari tiket, karena semuanya bisa kamu akses dengan mudah hanya dari smartphone. #BRImoMudahSerbaBisa Berikut ini cara mudah untuk membeli tiket kereta api, bus, dan Whoosh lewat BRImo: Pemesanan Tiket Kereta Api: 1. Buka aplikasi BRImo dan pilih menu “Lainnya”.2. Pilih opsi Travel, lalu pilih Kereta Api.3. Tentukan tanggal keberangkatan dan isi data penumpang.4. Pilih kursi yang nyaman buat perjalanan kamu.5. Lakukan pembayaran mudah tanpa harus berpindah aplikasi.6. Jangan lupa cek promo cashback biar lebih hemat!7. Setelah bayar, tiket elektronik langsung terkirim ke akun kamu. Pemesanan Tiket Whoosh 1. Masuk ke aplikasi BRImo dan pilih menu Travel, kemudian pilih Tiket Whoosh.2. Isi stasiun keberangkatan, stasiun tujuan, dan tanggal perjalanan.3. Pilih jadwal kereta sesuai keinginanmu.4. Isi data penumpang dan pilih kursi yang diinginkan.5. Klik bayar dan konfirmasi pembayaran.6. Masukkan PIN untuk menyelesaikan transaksi.7. Tiket e-Whoosh akan dikirimkan ke email terdaftar. Pemesanan Tiket Bus 1. Login ke BRImo dan pilih “Setor & Tarik Tunai”.2. Pilih opsi Travel dan kemudian pilih Bus & Shuttle.3. Isi data keberangkatan bus dan shuttle.4. Pilih tiket keberangkatan yang tersedia.5. Isi data penumpang dan pilih kursi.6. Konfirmasi transaksi dan bayar dengan PIN.7. Tiket bus sudah berhasil kamu pesan. Pemesanan Tiket Pesawat 1. Login ke BRImo dan pilih fitur Lifestyle.2. Pilih Travel, lalu pilih Pesawat.3. Pilih jalur perjalanan, tanggal, jumlah penumpang, dan
Freelance vs Full-Time: Mana yang Cocok Buat Kamu?

Pernah kepikiran nggak sih, kerja itu lebih enak jadi freelance vs full time? Pilihan ini tuh kayak lagi milih antara makan nasi padang di tempat atau bungkus—dua-duanya ada kelebihan dan kekurangannya. Yuk, kita bongkar satu-satu biar nggak galau lagi! 1. Fleksibilitas Waktu: Freelance Fleksibilitas Waktu vs Jadwal Kerja Full-Time Freelance: Mau kerja di kafe sambil nongkrong atau leha-leha di kasur sambil nonton Netflix? Freelance tuh surganya fleksibilitas! Tapi, hati-hati, tanpa jadwal tetap, bisa-bisa kerjaan malah ketunda karena “ah, nanti aja”. Eh, tiba-tiba udah mepet deadline! Fleksibilitas waktu ini cocok buat kamu yang suka ngatur jadwal sendiri, tapi siap-siap harus super disiplin. Tapi bukan berarti waktunya malah dipake buat overthinking dan insecure mulu ya. Baca juga: 5 Tanda dan Cara Mengatasi OVT Full-Time: Kalau kamu tipe yang butuh rutinitas biar hidup nggak chaos, full-time bisa jadi pilihan. Dari jam 9 pagi sampai 5 sore, udah tahu deh jadwal hidup. Jadwal kerja full-time juga bikin kamu punya struktur yang jelas. Tapi ya, kalau pengen fleksibilitas, siap-siap berhadapan sama cuti yang kudu di-approve dulu. 2. Pendapatan Freelance vs Gaji Tetap Full-Time Freelance: Kalau hoki, bulan ini kamu bisa jadi sultan, tapi bulan depan bisa jadi irit makan mi instan. Pendapatan freelance itu kayak roller coaster—naik-turun nggak tentu. Jadi, penting banget buat kamu yang mau terjun ke dunia freelance untuk pintar mengatur keuangan, termasuk nabung dan punya dana darurat buat antisipasi. Full-Time: Dengan gaji tetap setiap bulan, hidup jadi lebih tenang. Kamu nggak perlu khawatir tiba-tiba “kekeringan” proyek. Selain itu, pekerjaan full-time sering kali dilengkapi dengan bonus seperti BPJS, asuransi kesehatan, dan cuti berbayar, yang bikin stabilitas keuangan terasa lebih aman. Baca juga: Traveling Dapat Cuan? Gini Nih Caranya 3. Pengembangan Diri: Mandiri vs Terstruktur Freelance: Kamu bisa pilih proyek yang sesuai passion dan skill-mu, tapi semua upaya networking, belajar skill baru, sampai bikin portofolio, ya tanggung jawabmu sendiri. Full-Time: Perusahaan biasanya kasih pelatihan, mentor, dan jenjang karier yang jelas. Kalau kamu suka punya “peta” buat perjalanan karier, kerja full-time bisa jadi pilihan yang pas. Kenali Apa Tipe Kepribadianmu dengan Tes Kepribadian Personality Plus Ini! 4. Beban Kerja: Variatif vs Konsisten Freelance: Ada hari di mana kamu kayak dikejar-kejar deadline, tapi ada juga waktu lowong kayak libur panjang. Tantangannya, kamu harus siap menghadapi bulan “kering” tanpa proyek. Full-Time: Pekerjaan cenderung lebih terstruktur. Beban kerja mungkin naik pas deadline, tapi secara umum kamu tahu apa yang harus dikerjakan setiap hari. Plus, ada tim yang bisa bantu kalau kerjaan mulai numpuk. Tapi ada kemungkinan kamu juga bakal ketemu budaya kerja toksik dalam kerja full time ini. 5. Kreativitas: Bebas vs Kolaboratif Freelance: Kalau kamu tipe orang yang suka eksplorasi ide tanpa batasan, freelance bisa jadi surga. Kamu bebas menentukan cara kerja dan proyek mana yang mau diambil. Full-Time: Kadang, ide kreatifmu harus menyesuaikan dengan aturan perusahaan. Tapi, bekerja di tim bisa bikin kamu belajar banyak dari orang lain dan menghasilkan ide-ide baru secara kolaboratif. Baca juga: Politik Kantor Bikin Males Kerja? Begini Cara Mengatasinya! 6. Benefit: Mandiri vs Dapat dari Perusahaan Freelance: Semua urusan jaminan sosial, dari asuransi sampai dana pensiun, itu tanggung jawabmu sendiri. Jangan lupa sisihkan penghasilan untuk kebutuhan ini, ya. Full-Time: Selain gaji tetap, kamu juga dapat fasilitas kayak BPJS, tunjangan kesehatan, dan bahkan program pensiun. Rasanya lebih aman dan nyaman sih. Jadi, Pilih Mana Antara Freelance vs Full Time Ini? Kalau kamu orangnya suka kebebasan, fleksibilitas, dan nggak takut sama ketidakpastian, freelance mungkin cocok. Tapi, kalau kamu lebih suka stabilitas, benefit, dan struktur yang jelas, kerja full-time bisa jadi jalan ninjamu. Nggak ada pilihan yang sepenuhnya benar atau salah, kok. Kalau freelance bikin kamu merasa hidup lebih bebas dan fleksibel, go for it. Tapi kalau stabilitas finansial dan struktur lebih bikin kamu tenang, full-time bisa jadi jawabannya. Intinya, pilih yang bikin kamu bahagia, nyaman, dan tentunya sesuai sama prioritas hidupmu. So, take your time, timbang-timbang, dan pilih jalan yang bikin kamu bahagia (plus, nggak bikin dompet nangis!).